Bagaimana sebenarnya permusuhan Viking dengan the jak bermula. Mengapa
timbul rasa benci dalam benak masing-masing dari mereka. Hingga kini,
keduanya masih saja berseteru. Bahkan semakin meruncing.
Penyebabnya sepele dan manusiawi, rasa iri. Iri hati dan sirik inilah
yang membuat keduanya bermusuhan.
Rentang waktu 1985 hingga 1995 adalah masa keemasan Persib. Sementara
Viking yang berdiri tahun 1993 begitu setia mendukung klub kebanggaan
warga Jawa Barat itu. Dimanapun Persib bermain, disana pasti ada Viking.
Termasuk jika bermain di Jakarta. Semua menjadi lautan biru.
Inilah yang membuat anak muda ibukota iri. Selain kejayaan Persib kala
itu, kesetiaan Viking membuat hati mereka panas.
Saat itu muda-mudi betawi baru mampu membentuk kolompok kecil bernama
Persija Fans Club. Walaupun begitu, kebesarkepalaan mereka sudah sangat
menjadi. Hingga terjadilah insiden di stadion Menteng. Saat Persija
menjamu Maung Bandung pada Liga Indonesia ke-2. Viking membirukan
Ibukota dengan sekitar 9000 anggotanya. Sementara Persija Fans Club
hanya berjumlah tak lebih dari 1000 orang. Rupanya bocah-bocah betawi
itu tak rela kandangnya dikuasai supporter kota lain. Mereka pun membuat
ulah.
Seakan lupa jumlah mereka tak lebih dari 10% anak-anak Bandung. Hingga
akhirnya, mereka mendapatkan akibatnya. Dengan kuantitas yang hanya satu
tribun VIP, lemparan batu diarahkan Viking pada lokasi mereka menonton.
Dan itu dilakukan Viking di Jakarta. Hal yang tidak berani dilakukan
bocah Jakarta di Kota Kembang.
Singkat cerita, pada tahun 1997, muda-mudi ibukota ikut-ikutan membentuk
perkumpulan supporter. Mereka menamakannya the jakmania.
Kebodohan the jak terekspos keseluruh negeri ketika mereka tak berdaya
menghadapi Viking dalam kuis Siapa Berani. Kuis yang menguji wawasan dan
kemampuan berpikir. Itu merupakan edisi khusus kuis Siapa Berani, edisi
supporter sepak bola.
Menghadirkan Viking, the jak, Pasoepati (Solo), Aremania, dan ASI
(Asosiasi Suporter Indonesia). Pemenangnya, Viking. Perwakilan Viking
berhasil melewati babak bonus dan berhak atas uang tunai 10 juta rupiah.
Seperti biasanya, rasa iri dari the jak muncul. Malu dikalahkan di
kotanya sendiri, ketua the jak saat itu, Ferry Indra Syarif memukul Ali,
seorang Viker yang menjadi pemenang kuis. Sungguh perbuatan yang tidak
pantas dilakukan oleh seorang ketua. Ketuanya saja begitu, apalagi anak
buahnya?
Kejadian itu terjadi di kantin Indosiar, ketika dilangsungkannya acara
pemberian hadiah.
Kontan keributan sempat terjadi, namun berhasil diatasi.
Kesirikan the jak tak sampai disitu. Mereka menghadang rombongan Viking
dalam perjalanan pulang menuju Bandung, tepatnya di pintu tol Tomang.
Anak-anak Bandung yang berjumlah 60 orang pulang dengan menggunakan dua
mobil Mitsubishi Colt milik Indosiar dan satu mobil Dalmas milik
kepolisian. Ketiga mobil ini dihadang sebuah Carry abu-abu. Dua lolos,
namun nahas bagi salah satu Mitsubishi Colt yang ditumpangi para anggota
Viking. Mobil itu terperangkap gerombolan the jak. Kontan, mobil
dirusak, Viking disiksa, dan uang para pendukung pangeran biru itu pun
dijarah.
Termasuk handphone dan dompet mereka.
Tercatat sembilan anggota Viking mengalami luka-luka. Tiga diantaranya
terluka parah. Namun sayang, pihak kepolisian lamban dalam menyelesaikan
kasus ini. Termasuk dalam menangkap the jak yang merampok dan
menganiaya anggota Viking Persib Club.
Hingga saat ini perseteruan kedua kelompok supporter itu masih terus
berlanjut. Viking, yang bersahabat karib dengan klub penggemar sepak
bola lainnya ( Bonek, Sakera, Blue Devil, The Lobster, Persikmania,
Kampak FC,dll. ) tidak akan pernah berbesar kepala.
Viking akan menjaga persahabatan itu sampai kapanpun. Persija pun iri
dan ingin menggoyahkan persahabatan ini. Tapi Persija tidak berhasil.
Sampai kapanpun kita akan satu...olisian lamban dalam menyelesaikan
kasus ini. Termasuk dalam menangkap the jak yang merampok dan menganiaya
anggota Viking Persib Club.
Melihat sejarah, VIKING dan BONEK adalah pendukung sejati dari klub
perserikatan yang sudah menjadi musuh bebuyutan dari sejak jaman
perserikatan, yaitu PERSIB dan PERSEBAYA. Dilihat dari kacamata awam,
tidak mungkin pendukung sejati yang berani mati demi mendukung timnya
bisa bersahabat bahkan bersaudara dengan pendukung sejati yang sama-sama
berani mati demi mendukung tim musuh bebuyutan.
Tetapi ternyata VIKING dan BONEK membuktikan bahwa mereka bisa.
Persaudaraan mereka dilandasi perasaan senasib dimana mereka selalu
dijadikan bahan hujatan dan pendiskreditan dari masyarakat sepakbola
nasional. Bahkan pers nasional pun paling senang apabila ada kerusuhan
di partai yang melibatkan PERSIB atau PERSEBAYA karena bisa dijadikan
headline dan sudah jelas pihak mana yang akan disalahkan.
Sejak dulu VIKING dan BONEK diidentikkan dengan kerusuhan.
Istilahnya dimana ada pertandingan yang ditonton oleh VIKING atau BONEK
maka akan terjadi kerusuhan. Hal-hal jelek dan bersifat mendiskreditkan
itulah yang lebih sering diekspos oleh media massa nasional. Padahal
tidak semua kegiatan atau kelakuan VIKING dan BONEK berujung pada
kerusuhan. Dan tidak semua kerusuhan itu diakibatkan oleh mereka. Mereka
hanyalah kaum tertindas yang selalu dipersalahkan karena dosa-dosa di
masa lalu. Sangat jarang sekali (atau bahkan tidak pernah?) media massa
nasional memberitakan kegiatan positif yang VIKING atau BONEK lakukan.
Sangat jauh berbeda dengan pemberitaan media massa nasional tentang
pendukung tim lain. Ketika terjadi kerusuhan yang melibatkan mereka
hanya ditulis sedikit (atau bahkan tidak ditulis sama sekali?) dan
ditutupi dengan kata-kata “oknum yang mengatasnamakan pendukung…”. What a
bullshit! Sedangkan ketika melakukan kegiatan positif, media massa
nasional langsung memberitakan secara besar-besaran, sebesar berita
kerusuhan yang melibatkan VIKING atau BONEK.
Bahkan saking terlalu seringnya pemberitaan yang memojokkan VIKING
sebagai bobotoh PERSIB, bobotoh lain yang bukan anggota VIKINGpun
menjadi antipati terhadap media massa nasional. Sampai ada jargon di
kalangan bobotoh bahwa “PERSIB besar bukan karena pemberitaan media
massa nasional, PERSIB besar karena bobotoh dan prestasi. PERSIB dan
bobotoh tidak membutuhkan media massa nasional untuk menjadi besar.
Media massa nasional-lah yang membutuhkan PERSIB untuk menjadi besar dan
terkenal”.
Hal itulah yang mungkin menjadi salah satu penyebab munculnya perasaan
senasib dan berkembang menjadi ikatan persaudaraan, selain tentunya
kerusuhan di Jakarta dimana BONEK yang hendak mendukung PERSEBAYA di
Senayan diserang oleh sepasukan organisasi masyarakat (?), yang tidak
usah saya sebutkan disini karena semua juga sudah tau, dan kemudian
diselamatkan oleh beberapa bobotoh (anggota VIKING) yang kebetulan
sedang ada disana. Juga ketika PERSIB melawat ke Surabaya, dimana
anggota VIKING yang mendukung PERSIB di sana dijamu sangat baik oleh
BONEK. Demikian pula ketika PERSEBAYA yang bertanding di Bandung,
giliran BONEK yang dijamu sangat baik oleh VIKING.
Indahnya persaudaraan diantara dua kubu suporter TERBESAR di Indonesia
itu. Jadi saat ini BONEK bukan hanya berarti BONDO NEKAT, tapi bisa juga
berarti BOBOTOH NEKAD.
"INILAH SALAH ALASAN PERMUSUHAN TERPELIHARA SAMPAI SAAT INI"